Selasa, 08 April 2008

Ekonomi kita - kondisi saat ini

EKONOMI
Pemerintah jaga stabilitas obligasi negara
Rencana pemerintah untuk melakukan pembelian kembali (buy-back) obligasi pemerintah senilai Rp. 2 triliun ($217,4 juta) telah mengembalikan kepercayaan investor setelah pasar obligasi Indonesia mengalami tekanan yang besar sebagai pengaruh dari kondisi ekonomi global.
Nilai perolehan (yield) untuk obligasi pemerintah dengan jangka waktu 5 an 10 tahun pada bulan sebelumnya tercatat mengalami kenaikan sebesar 200 basis poin. Hal ini mengindikasikan adanya kekuatiran terhadap kemampuan pemerintah dalam pengelolaan anggaran.
Rahmat Waluyanto, DirJen Perbendaharaan Umum Departemen Keuangan mengatakan, 30 menit setelah rencana pembelian kembali (buyback), nilai perolehan oligasi pemerintah telah membaik 5-10 poin dan secara berangsur-angsur telah mencapai standar nilai perolehan yang normal.
"Ini merupakan bagian dari komitmen kami untuk menjaga stabilitas pasar obligasi pemerintah,” kata Rahmat.
Pemerintah, menurut Rahmat, secara regular akan membeli obligasi pemerintah untuk menjaga stabilitas nilai perolehan obligasi. Selain itu, pemerintah akan juga tetap menerbitkan obligasi dengan suku bunga yang berbeda dan masa jatuh tempo lebih singkat.
Koran the Financial Times mengatakan, tindakan pemerintah ini merupakan upaya untuk meyakinkan pasar bahwa pemerintah dapat mengontrol ekonomi Indonesia dan tekanan inflasi yang terus meningkat.
Saham-saham Indonesia mengalami penurunan menyusul adanya kekuatiran investor terhadap ekonomi Indonesia. Sebelunya, laporan menunjukkan tingkat inflasi tahunan (year-on-year) naik dari 7,4% menjadi 8,2%. Kenaikan ini merupakan yang terbesar dalam 18 bulan terakhir.
Indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia turun ke titik terendah sejak tanggal 22 Januari lalu pada perdagangan minggu lalu, namun mencatat kenaikan 1,7% pada perdagangan Jum’at lalu.
Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam jumpa pers mengatakan bahwa “Ekonomi secara umum berada dalam kondisi yang baik”.
"Kami memberikan perhatian yang sangat besar terhadap indikator perekonomian dan perkembangan lainnya. Revisi terhadap asumsi yang digunakan dalam anggaran belanja negara tidak berbeda dengan kondisi yang sebenarnya. Oleh sebab itu kita tidak perlu kuatir karena pemerintah siap untuk memainkan peranan yang lebih aktif,” kata Sri Mulyani.
Para pengamat mengatakan, terlepas dari tekanan ekonomi yang terjadi saat ini, ekonomi Indonesia berada dalam kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan tahun 2005 saat pemerintah menaikkan harga minyak dua kali lipat untuk menghindari naiknya subsidi BBM yang harus ditanggung oleh pemerintah.
Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah mengatakan kinerja perbankan di Indonesia pada kuartal pertama berada dalam kondisi yang tetap stabil.
"Industri perbankan Indonesia mampu menjaga stabilitas usaha dan mengontrol kinerjanya masing-masing,” kata Burhanuddin dalam pertemuan dengan presiden dan bankir-bankir Indonesia di istana kepresidenan pada hari Jum’at lalu.
"Secara umum, rasio kredit bermasalah (NPL) Indonesia turun dari 4,82% menjadi 4,78%. Secara “net terms”, NPL Indonesia berada dibawah 2% atau sangat rendah,” kata Burhanuddin.
"Selain itu juga CAR (capital adequacy ratio) juga masih tetap kuat sehingga perbankan Indonesia akan tetap stabil dalam jangka waktu panjang bahkan dalam kondisi inflasi yang tinggi dan depresiasi nilai Rupiah,” kata Burhanuddin.
Presiden mengatakan kepada para bankir bahwa perbankan Indonesia harus meningkatkan pemberian kredit pada sektor riel terutama infrastruktur dan pertanian. “Saya mengharapkan adanya kontribusi bersama dari pihak perbankan dalam hal pemberian modal kerja,” kata presiden yang mengatakan bahwa Indonesia harus meningkatkan produktifitas pertanian dan sektor produksi makanan untuk menghindari dampak dari kenaikan harga makanan di seluruh dunia.
Selain itu presiden juga mengatakan Indonesia memerlukan investasi dalam sektor energi terutama dalam bidang kelistrikan, gas alam dan panas bumi.

0 komentar: